PROFIL PAROKI


Paroki St. Ignatius Danan Dalam Suasana Sosial Kemasyarakatan

Wilayah Paroki St. Ignatius Danan meliputi empat kecamatan yakni Giriwoyo, Giritontro, Pracimantoro dan Paranggupito. Luas wilayah paroki kurang lebih 37.513 ha dengan jumlah penduduk seluruhnya kurang lebih 159.343 jiwa. Sedangkan penduduk yang beragama Katolik per 1 Januari 2015 sejumlah kurang lebih 2.115 jiwa. Umat Katolik tersebut tersebar di 19 lingkungan.

Sebagian besar wilayah paroki ini merupakan daerah tandus. Topografi wilayah Paroki Danan merupakan bagian dari perbukitan kapur di pegunungan seribu dengan curah hujan yang sangat rendah. Pada umumnya pertanian hanya mengandalkan air tadah hujan, kecuali sedikit areal yang berada di tepi waduk Gajah Mungkur. Mayoritas penduduk di daerah ini memiliki mata pencaharian sebagai petani atau buruh tani. Karena dunia pertanian tidak banyak menjanjikan, maka pada umumnya petani juga memiliki pekerjaan sambilan misalnya membuat batu-bata, genting, nelayan, membuat caping, beternak kambing, domba atau lembu. Angkatan usia kerja kebanyakan merantau ke kota-kota besar untuk memperoleh kehidupan yang lebih layak. Pada tahun 80-an, banyak pula yang bertransmigrasi ke daerah Sumatera Selatan dan Utara karena tergusur proyek waduk Gajah Mungkur.

Karena terlilit kemiskinan, maka taraf pendidikan pada umumnya rendah. Kebanyakan anak usia sekolah menyelesaikan sekolah mereka sampai bangku SMA. Umumnya biaya pendidikan di perguruan tinggi tidak terjangkau oleh masyarakat kebanyakan, oleh karena itu banyak anak setelah lulus SMP atau SMA terpaksa harus merantau ke kota mencari pekerjaan. Akibat lain dari kemiskinan serta didukung oleh faktor budaya, cukup banyak anak perempuan usia muda lebih diarahkan untuk mulai memikirkan hidup berumah tangga daripada berkarier. Hal ini nampak dari banyaknya pernikahan usia muda. 


Visi Paroki

Paguyuban Umat Beriman pengikut Yesus Kristus yang berusaha memaklumkan dan mewujudkan Kerajaan Allah dengan tindakan-tindakan lebih nyata di lingkungan pedesaan, dengan mengutamakan yang kecil, lemah, miskin dan tersingkir. 


Misi Paroki

  1. Mengembangkan persekutuan paguyuban-paguyuban yang terbuka, bersahabat, dan  saling mengasihi secara tulus.
  2. Mengutamakan yang kecil, lemah, miskin dan tersingkir.
  3. Melaksanakan tata penggembalaan yang mengikutsertakan, mengembangkan dan memberdayakan seluruh umat.
  4. Membangun kerjasama dengan siapa saja yang berkehendak baik.
  5. Mengusahakan kepedulian pada pemeliharaan lingkungan hidup.


Kekuatan yang Mendukung Reksa Pastoral

  • Secara umum umat mempunyai semangat belarasa dan kesetiakawanan sosial yang dilandasi semangat gotong royong yang berakar pada masyarakat pedesaan.
  • Menerima perubahan dan pembaharuan dalam Gereja sesuai dengan arah reksa pastoral yang diperlukan.
  • Mempunyai kemauan dan kesediaan untuk melibatkan diri dalam kegiatan-kegiatan sosial. 
  • Mendukung berkembangnya semangat untuk memperhatikan masyarakat sekitar yang kecil, lemah, miskin dan tersingkir.
  • Memiliki daya juang dalam memenuhi kebutuhan hidup sendiri maupun bersama.


Kelemahan yang Mendukung Reksa Pastoral

  • Rendahnya Sumber Daya Manusia. Hampir semua putra-putri terbaik pergi ke kota untuk mendapatkan kehidupan yang lebih baik, maka yang tersisa hanya sedikit yang tahu dan mau untuk diajak berpikir mengembangkan paroki. 
  • Sebagaimana Gereja warisan missi pada umumnya, sebagian umat masih berpandangan bahwa Gereja mempunyai segala hal, termasuk dana untuk menopang kebutuhan hidup mereka. Hal ini membuat umat tidak mudah untuk diajak memahami dan menyadari apa yang menjadi tanggungjawab bersama dalam memenuhi kebutuhan paroki. Ketergantungan umat pada pastor dan dewan paroki masih cukup tinggi.
  • Etika perkawinan yang longgar di kalangan masyarakat mengakibatkan terdapatnya kasus-kasus penyelewengan pernikahan/perselingkuhan yang sifatnya sudah publik. 
  • Masih ada umat yang berpandangan bahwa Gereja itu hanya berkaitan dengan hal yang suci-suci, mengurusi pewartaan, peribadatan dan pelayanan sakramental saja. 
  • Faktor budaya kemiskinan. Dalam mempertahankan keharmonisan hidup bersama, sering terjadi kebiasaan-kebiasaan yang justru mengorbankan hidup pribadi yang seringkali berakibat pada kemiskinan yang kian dalam. Sebagai contoh: ada sebuah pandangan bahwa hajatan yang baik adalah yang dirayakan secara besar-besaran. Oleh karena itu mencari hutang untuk keperluan hajatan adalah hal yang biasa. Sejajar dengan pandangan itu, maka kebiasaan berhutang untuk menyumbang orang punya hajat pun dianggap sebagai sesuatu yang biasa. 
  • Trauma penderitaan. Sebagian masyarakat merasa amat menderita di masa kecilnya. Mereka harus berjalan kaki menempuh jarak cukup jauh untuk bisa sekolah di Baturetno. Mereka tidak menghendaki anak-anak mereka mengalami hal yang sama, namun seringkali cenderung memanjakan anak-anak mereka, sehingga menyebabkan anak muda kurang mempunyai daya juang dalam meraih cita-cita. 

Tantangan Reksa Pastoral di Kalangan Umat

  • Meningkatkan pemahaman akan tradisi dan ajaran-ajaran Gereja yang baku.
  • Meningkatkan kesadaran akan tugas dan tanggungjawab hidup meng-Gereja.
  • Mendorong umat untuk lebih bisa mandiri dan berpikir logis.


Peluang Pemberdayaan Umat

  • Paroki Danan mempunyai banyak kesempatan dan kemungkinan untuk berkembang.
  • Para pengurus lingkungan/wilayah/paroki pada umumnya mempunyai keterbukaan untuk menerima bimbingan/pengarahan demi perkembangan dan kemajuan Gereja.
  • Mudika Paroki memiliki cukup kreativitas untuk terlibat dalam gerak paroki.
  • Pendampingan para petani bisa memberi pengharapan akan perkembangan Gereja Danan selanjutnya, sebagai Gereja kaum petani


Fokus paroki 

  1. Pemberdayaan masyarakat sebagai wujud nyata dalam menghadirkan kerajaan Allah secara lebih nyata 
  2. Pendampingan kaum muda yang menjadi jantung hati Gereja. 


Perkembangan Umat 

Setelah delapan tahun menjadi paroki, banyak perkembangan yang telah diraih dalam empat bidang, antara lain :

Liturgi
Bidang liturgi semakin tertata rapi, tim-tim liturgi lingkungan sudah semakin maju bila dibandingkan dengan beberapa tahun lalu yang masih pastor sentris. Sebagai contoh: lingkungan-lingkungan jauh semakin mandiri, hal ini ditunjukkan dengan tetap berjalannya ibadat Sabda apabila tidak ada pastor, yang dipimpin oleh prodiakon. Demikian juga dengan pemberkatan jenasah yang tidak harus dipimpin oleh pastor karena umat semakin sadar akan keterbatasan jumlah pastor. Fungsi dan peranan prodiakon juga semakin tampak. Khusus untuk perayaan ekaristi hari-hari besar kini dibuat teks-teks misa/buku panduan. Setiap tahun paroki mengirim para prodiakon untuk mengikuti kursus-kursus tertentu dan untuk mengikuti rekoleksi prodiakon. Hal ini dilakukan agar para prodiakon semakin tahu fungsi dan peranannya dalam hidup meng-Gereja. 

Pewartaan. 
Tim pewartaan paroki telah terbentuk sejak tahun 2005. Tim pewartaan paroki ini telah mengikuti kursus pewartaan yang diselenggarakan oleh keuskupan dan sudah menjalankan fungsinya dalam event-event tertentu. Misalnya: Penerimaan Sakramen Penguatan dan Bulan Kitab Suci Nasional dll. Di satu sisi harus diakui bahwa memang belum dapat melibatkan banyak orang karena keterbatasan sumber daya manusia (SDM).  

Diakonia.  
Kiranya Bidang Diakonia ini, kini paling menonjol. Sejak tahun 2004, terbentuk Tim Belarasa yang membuat proyek pembuatan sumur lebih dari 18 buah di beberapa desa untuk pertanian maupun pemenuhan kebutuhan air rumah tangga. Tim Belarasa juga membangun jejaring dengan berbagai kelompok pelayan sosial dari Solo, Semarang dan Jakarta untuk mengadakan pasar murah di Paroki Danan. Selain itu, Tim ini mengadakan Credit Union (CU) untuk memberi modal kepada para petani dan pemberdayaan umat, khususnya kaum muda. Misalnya: mencarikan beasiswa untuk anak muda yang ingin melanjutkan sekolah atau kursus organ dan tari untuk Remaja Katolik (Rekat). Belarasa juga telah mengirim Mudika untuk mengikuti berbagai kursus maupun ikut dalam pertemuan kaum muda tingkat nasional. Melalui berbagai perjumpaan dengan rekan-rekan muda dari berbagai penjuru tentu saja kaum muda lebih mempunyai pengalaman yang luas. Lebih dari itu, rekoleksi misdinar, Rekat dan Mudika dengan week end di Tawang Mangu (TW) dll menjadi rutinitas tahunan paroki. Demikian juga dalam aksi Paskah dan Natal, umat mulai memikirkan untuk masyarakat di sekitarnya dengan mengumpulkan uang, lalu dibelikan kambing dan “digaduhkan” (gaduh=jawa: meminjamkan hewan piaraan kepada orang lain untuk dipelihara dan hasilnya dibagi sesuai perjanjian) kepada orang-orang miskin di lingkungan masing-masing

Koinonia. 
Bidang koinonia belum banyak kemajuan khususnya untuk berdialog dengan umat Kristen lain karena di daerah ini tidak banyak umat protestan.

1 Komentar