Lingkungan Wonoharjo

Umat yang menjadi Katolik pertama kali di desa Wonoharjo adalah Bp. Siswo Martoyo (1950). Awalnya Martoyo sejak kecil ikut keluarga Dirjo, seorang Kepala Sekolah yang beragama Katolik. Menginjak usia dewasa, Martoyo pergi merantau ke Solo dan akhirnya kembali ke Wonoharjo menjadi salah satu perangkat desa. Sebagai satu-satunya orang Katolik, Martoyo akhirnya mengajar agama Katolik pada keluarganya khususnya kepada Bp. Broto hanya dengan bantuan Padupan Kencono. Dari keluarga kecil ini akhirnya tumbuh berkembang menjadi 5 KK.

Karena umat semakin berkembang, Martoyo berusaha mencari Katekis untuk mengajar agama di desanya. Ada beberapa katekis bersedia mengajar yakni Pak Prayit (Sedayu), Pak Siswodarsono (Watuireng), Pak Tarmo (Baturetno), Pak Broto (Baturetno), dan Pak Marno (Platar). Karena dari beberapa tokoh tersebut ada yang transmigasi dan pindah agama maka perkembangan umat di Wonoharjo menjadi tersendat. Saat itu Wonoharjo masih menjadi stasi dari Paroki Wonogiri. 

Namun lima keluarga yang masih tersisa tersebut tidak pernah menyerah. Pada gilirannya mereka boleh lega karena seiring perjalanan waktu banyak pendatang sebagai orang Katolik sejak dari daerah asal. Perkembangan umatpun semakin hari semakin terasa berkembang. Perkembangan ini kemudian membuat umat akhirnya merencanakan untuk membangun sebuah kapel. Dana pembangunan kapel Pracimantoro sebagian besar dibantu oleh Bp. Darmo dan dr. Suharno dari Wuryantoro. Tentu saja pengumpulan dana tidak seperti pengumpulan dana di kota mengingat mayoritas umat Wonoharjo bekerja sebagai petani, sedangkan pendidikan mereka minimal SD (untuk orang tua) dan maksimal SMA.

Beberapa tahun kemudian, melihat perkembangan umat yang pasang surut, Wagiyo dan Lasiman yang rumahnya digunakan untuk beribadat sebelum kapel berdiri, mengajak umat yang murtad untuk bersedia bertobat, kembali ke pangkuan Gereja dan aktif dalam gerak lingkungan. Melalui berbagai usaha, kini umat sangat antusias dan aktif dalam kegiatan lingkungan seperti doa lingkungan, doa rosario, sharing KS dan latihan koor. Bahkan  mereka aktif berpartisipasi dalam kegiatan pada tingkat paroki. Meskipun demikian tidak berarti umat Pracimantoro tidak mengalami hambatan dan kendala. Realitasnya, umat harus rela kehilangan beberapa anggota yang mau tidak mau mengurangi jumlah umat. Berkurangnya jumlah anggota ini terutama karena banyak di antara mereka yang merantau ke luar kota, baik untuk bekerja maupun untuk meneruskan studi. Kecuali itu, letak geografis wilayah Pracimantoro tidak kondusif untuk terciptanya sebuah lingkungan yang ideal. Rumah antar umat sangat berjauhan sehingga tidak selalu mudah untuk berkumpul dalam sebuah perjumpaan iman. Inilah beberapa kendala yang harus dihadapi umat Wonoharjo.  

Kapel Pracimantoro
Pada tahun 1970-an Rm. Hovens membeli tanah yang sekarang ditempati keluarga Miyanto. Tanah tersebut rencana sementara akan digunakan sebagai lahan pertanian informal dan dibangun rumah ibadah. Untuk menjaga tempat tersebut diutuslah Sardi (seorang umat) yang akhirnya digantikan oleh Katino. Beberapa waktu kemudian, tempat ibadah tersebut difondasi dengan beaya patungan, separuh dari umat dan separuh dari Rm. Hovens SJ.

Kapel tersebut diresmikan dengan Misa Syukur dengan empat Misdinar dari Danan. (periode ini Pracimantoro masih bergabung dengan Paroki Wonogiri). Namun yang menyedihkan, pertanian informal yang sedianya untuk usaha kebun kelapa dan palawija serta peternakan ayam sejumlah 2000 ekor, harus menderita kerugian. Lagipula umat merasa terganggu dengan suara ayam dan bau kandang. Akibatnya, Rm. Hovens memberi instruksi kepada umat untuk membuat lahan peternakan sendiri. 

Demi kepentingan Gereja Bp. Broto Siswoyo menghibahkan tanahnya di Wonoharjo untuk didirikan Kapel. Bantuan APBD II Kab.Wonogiri digunakan sebagai modal pembangunan. Karena kesulitan dana pembangunan tempat ibadah menjadi tersendat-sendat. Untuk  menyelesaikan pembangunan kapel tersebut usaha dana yang digalang oleh Wagiyo, Prayit dan kawan-kawan antara lain mencari donatur. Usaha penggalangan dana menghasilkan uang sejumlah Rp. 350.000,00 dari Paroki Wonogiri, Rp. 350.000,00 dari SMP Bintang Laut dan dr. Suharno. Sedangkan dari Wuryantoro bantuan dalam bentuk bahan bangunan secukupnya. Iuran umat setiap bulan juga sangat mendukung dalam mempercepat pembangunan kapel. Untuk usaha perizinan dibantu oleh Ibu Endang Adicondro (umat paroki Wonogiri) yang saat itu masih menjabat sebagai anggota DPR Wonogiri.

Kapel impian umat Pracimantoro sedikit demi sedikit berdiri tegak dan Rm. Paroki Danan mengusulkan untuk membangun bagian barat kapel yang sudah agak rusak. Usaha penggalangan dana untuk perbaikan kapel dilakukan lagi. Kali ini Romo Proki Danan bersedia membantu sejumlah uang. Beberapa donatur yang bersedia membantu antara lain Warsito, Miyanto dan Kel. Bp. Kasmorejo (ketiga orang ini berasal dari lingkungan Pracimantoro). Dengan modal semangat kebersamaan dan peran besar Kel. Bp. Brotosiswoyo yang menghibahkan tanahnya pada PGPM serta bantuan dari Paroki Wonogiri, keinginan umat untuk mempunyai kapel akhirnya terwujud.

0 Komentar