Lingkungan Paranggupito

Desa Paranggupito terletak di sebelah selatan Kecamatan Giritontro. Wilayahnya berupa bukit-bukit dan batuan kapur. Mata pencaharian umat Paranggupito adalah guru dan petani musiman. Beberapa di antaranya menjadi nelayan karena wilayahnya dekat dengan pantai. Ironisnya wilayah yang berada dekat pantai ini sering dilanda kekeringan bila musim kemarau. Meskipun berada jauh dari pusat paroki suasana Paranggupito tidak sepi, di beberapa pojok desa terdapat pasar yang menjadi pusat keramaian.

Sebelum agama Katolik masuk ke wilayah ini, umumnya masyarakat Paranggupito memang menganut agama Islam, sebagian besar lagi masih menganut agama asli, hal ini masih nampak dari ritual-ritual yang sampai kini masih hidup. Misalnya; budaya satu suronan yang erat kaitannya dengan ratu pantai selatan hingga kini masih hidup subur. Ketika agama Katolik masuk ke Paranggupito pada tahun 1962, isi ajaran yang diberikan oleh seorang katekis dari Baturetno (Ag. Miyo Sumaryono) masih berupa penyuluhan tentang budi pekerti. Baru pada tahun 1963, mulai diberikan pendidikan khusus keagamaan dari Rm. Puspo. Ada tiga orang anak dan beberapa orang dewasa yang mengikuti ajaran dari Rm. Puspo ini.

Masyarakat Paranggupito beranggapan bahwa ajaran Katolik adalah ajaran yang baik namun ada beberapa di antaranya mengatakan bahwa agama Katolik adalah agama penjajah maka mesti dijauhi. Bahkan pernah terjadi ada umat Islam yang fanatik menyita Kitab Suci meskipun akhirnya dikembalikan. Tumbuh dan berkembangnya umat Katolik semakin terasa berkat peranan Bp. Sunardi (seorang Kepala Sekolah Dasar) yang kebetulan juga seorang umat Katolik. Masyarakat Paranggupito masih beranggapan bahwa seorang pemimpin harus ditiru maka banyak murid yang mengikuti Sunardi menjadi seorang Katolik. 
Misa perdana untuk umat Paranggupito dilakukan di rumah Sunardi. Dalam perkembangannya, misa diadakan rutin 35 hari sekali di kapel Paranggupito. Ketika itu Paranggupito masih masuk dalam wilayah pastoral Paroki Baturetno. Di awal tahun 2015 lingkungan Paranggupito berjumlah 28 KK (73 orang). Perkembangan umat memang tidak seperti yang diharapkan meski sebagian besar umat adalah seorang guru yang menurut warga Paranggupito sebagai panutan.

Kapel Paranggupito


Sebagai seorang tokoh yang disegani, A. Sunardi mengusulkan agar umat Paranggupito bisa memiliki kapel sendiri. Harapan Sunardi ini ternyata terkabul. Pada tahun 1978 kapel mulai dibangun di tanah pekarangan A. Sunardi dan masyarakat beranggapan bahwa pembangunan kapel tersebut adalah bentuk atau wujud  iman mereka sebagai seorang Katolik. Dana pembangunan kapel beasal dari hasil swadaya umat dan sebagian dibantu oleh paroki. Kapel ini kemudian direnovasi oleh Pemerintah pada tahun 2003. Kapel kebanggaan umat Paranggupito, kini berdiri berkat pekerjaan borongan penduduk Paranggupito.

Kapel Paranggupito diberi nama St. Fransiscus Xaverius yang bermakna bahwa adanya agama Katolik di daerah Paranggupito berkat jasa dan kedatangan orang-orang pendatang dari daerah yang jauh. Seperti riwayatnya St. Fransiskus Xaverius yang menjadi pengembang agama Katolik di tanah misi.

0 Komentar