Lingkungan Ngampohan

Ngampohan adalah sebuah dusun yang terletak di desa Platarejo, Kecamatan Giriwoyo, Kabupaten Wonogiri. Menurut sesepuh masyarakat setempat, pemberian nama Ngampohan didasarkan pada dua hal yang terdapat di tempat ini. Pertama, Ngampohan berasal dari kata ampuh atau sakti, terbukti di dusun Ngampohan ini terdapat tempat-tempat yang angker/keramat. Kedua, nama Ngampohan ini juga berasal dari kata ampo yakni jenis tanah liat yang dibakar dan yang biasa dimakan, khususnya untuk seorang ibu yang sedang mengandung, karena dipercaya bahwa ampo baik untuk janin.

Selain Ngampohan ada beberapa dusun yang berada di Desa Platarejo yakni Watuireng Utara, Watuireng Selatan, Nawangan Utara, Nawangan Selatan dan Ngudal. Keadaan alam di lingkungan Ngampohan berupa bebatuan kapur dan perbukitan. Dusun Ngampohan terletak di depan gereja St. Ignatius Danan (sebelah selatan jalan raya). Jumlah penduduk yang mendiami dusun Ngampohan per 1 Januari 2005 + 200 KK. Jumlah umat Katolik  awal tahun 2015 sejumlah 53 KK (121 orang). Mayoritas jenis pekerjaan umat adalah petani.

Ada hal yang menarik di dusun Ngampohan ini, yaitu adanya tempat ziarah Gua Maria Sendang Ratu Kenya (SRK). Tempat ziarah ini juga mempunyai cerita yang menarik. Keberadaan gua Maria SRK berawal dari keangkeran tempat tersebut, yaitu bersemayamnya roh jahat yang disebut setan besil yang selalu mengusik ketentraman masyarakat sekitar. Bentuk gangguan menurut penuturan penduduk setempat misalnya: apabila ada orang yang menggembalakan hewan di tempat tersebut, maka hewannya akan jatuh sakit dan mati. Terkadang juga terdengar suara-suara yang membuat resah masyarakat sekitar. Melihat keadaan itu, beberapa tokoh agama Katolik berinisiatif mengusir setan besil yang meresahkan masyarakat itu melalui doa novena sembilan  hari. Usaha tersebut membuahkan hasil, setan besil yang berada di tempat itu pergi. Selanjutnya tempat tersebut dijadikan tempat ziarah dan diletakkan patung Bunda Maria.

Lingkungan Ngampohan berdiri pada tahun 1950. Romo Pusposugondo SJ memiliki andil yang besar menyangkut tumbuh dan berkembangnya umat Katolik di dusun Ngapohan. Beliaulah yang membaptis orang-orang dusun Ngampohan yang kemudian menjadi pelopor terbentuknya paguyuban umat Allah yang lebih luas. Tokoh yang mangawali terbentuknya magang doa adalah Suherman. Suherman pulalah yang menjadi pamong untuk periode pertama di lingkungan Ngampohan dengan jumlah umat sekitar 12 orang. Pada tahun 1955 pamong lingkungan percayakan kepada Ant. Siswoatmojo (alm). Pada periode kepamongan Ant. Siswoatmojo  jumlah umat meningkat menjadi 30-60 orang. Sebagai guru agama, Ant. Siswoatmojo memperluas wilayah pewartaan hingga di Gedongrejo (1952), Selomarto (1954) dan Pucanganom (1960-1980). 

Pada tahun 1966 Pamong Lingkungan Ngampohan diganti oleh Ag. Miyo Sumaryono. Sebagai katekis, Miyo mengajar agama 1956-1966 di Paranggupito hingga terbentuk stasi Paranggupito yang anggotanya berjumlah 80-an orang. Tahun 1966-an lingkungan Ngampohan dan Watuireng bergabung menjadi satu. Namun sejak Miyo mengalami kesulitan karena jumlah umat yang semakin bertambah maka lingkungan ini dipecah menjadi dua yakni lingkungan Ngampohan dan lingkungan Watuireng.

Pada tahun 1974–1984 Bp. YB. Siswo Darsono dipilih menjadi Pamong Lingkungan menggantikan Bp. Ag. Miyo Sumaryono. Selanjutnya (1984-1992) pamong lingkungan diganti oleh Bp. Miyo kembali, merangkap sebagai katekis. Tahun 1993-1995 pamong lingkungan dipegang oleh P. Widiatmoko dan selanjutnya (1995-1997) diganti oleh St. Sutrisno. Pada tahun 1997-1999 Pamong Lingkungan Ngampohan dipegang oleh St. Parino dan tahun 1999-2002 diganti oleh Y. Sutardi. Bapak Y. Sutardi digantikan oleh Bapak Ant. Tukimin, digantikan oleh Bapak M. Agus Priyanto dan digantikan lagi oleh Bapak Y. Sutardi sampai sekarang.

0 Komentar