Lingkungan Danan


Nama Danan berasal dari kata “Dana” karena saat itu warga di dusun ini banyak memiliki harta atau kekayaan. Saat itu masyarakat memang mempunyai etos kerja yang tinggi. Hampir semua penduduk mempunyai pekerjaan namun kekayaan yang mereka miliki digunakan untuk foya-foya, misalnya sering mengadakan pertunjukkan “Ledekan”, semacam pertunjukkan menyanyi yang dilakukan oleh sebagian besar wanita yang nantinya akan dibayar oleh laki-laki. Bahkan banyak warga yang meminjamkan kekayaannya pada sebagian orang yang membutuhkan. Lingkungan Danan sendiri meliputi dua dusun yaitu Danan dan Kepek. Keduanya masuk wilayah Desa Sendangagung, kecamatan Giriwoyo.

Seperti lingkungan lain, terbentuknya paguyuban umat Katolik juga tidak terlepas dari jasa Yayasan Kanisius yang mendirikan sekolah di desa ini. Pada awalnya, sekolah Kanisius  bernama Volssschool atau Sekolah Desa Tiga Tahun. Ada dua guru yang aktif menyebarkan agama Katolik diluar pelajaran di sekolah. Para guru ini biasanya mengumpulkan anak-anak atau murid-muridnya di pondok Bapak Guru tersebut. Pelajaran agama dimulai dengan ajaran budi pekerti.

Setelah dua guru itu dipindahkan lalu diganti Harjayuwana yang sangat giat dalam mewartakan agama Katolik. Selain mengajar di sekolah ia juga berkeliling ke desa-desa untuk mengajar. Harjayuwana sendiri memiliki kharisma dan keterampilan memijat. Keterampilan memijat ini kiranya menjadi berkat khusus karena  justru dapat digunakan sebagai media pewartaan ajaran agama Katolik. Setelah Harjayuwana lalu diganti dua orang guru lagi. Guru pertama lalu membuka kelas IV sampai VI pada tahun 1940. Sudah menjadi tradisi bahwa para guru selalu menjadi ketua lingkungan di tempatnya masing-masing. Para guru Kanisius beserta para murid pada gilirannya berkumpul di Baturetno setiap satu bulan sekali untuk menerima kedatangan pastor-pastor dari Solo. Salah satu pastor tersebut adalah Rm. Poesposugondo SJ.

Setelah clach I dan II, perintisan sekolah-sekolah Kanisius menjadi tersendat. Sejak itu datanglah seorang guru yang berjiwa nasionalis-religius dan aktif dalam pasukan gerilya di sektor selatan khususnya di Giriwoyo yakni YB. Suwardi. Setelah Konferensi Meja Bundar, YB. Suwardi menggerakkan pasukan sekaligus berusaha membuka sekolah-sekolah Kanisius di delapan desa termasuk di Sendangagung. YB. Suwardi memang tinggal di dusun Danan dan menjadi sesepuh di desanyam namun ia merasa tergerak untuk terlibat dalam perwartaan iman di desa lain. Tidak hanya berhenti pada membuka sekolah, ia juga menyiapkan guru-guru untuk mengajar agama di sekolah. Cita-citanya antara lain membangun gedung gereja, SLTP dan Poliklinik, meski pembangunan poliklinik belum bisa terwujud.

Seiring perjalanan waktu, lalu terbentuklah paguyuban umat beriman di desa ini dan perkembangan umat di dusun Danan semakin baik. Setelah resmi menjadi lingkungan sendiri, umat segera membentuk pengurus dan memilih pamong lingkungan. Kepamongan pertama kali dipercayakan kepada Bp. Heru kemudian diganti H. Dwiyanto, Y. Sulardi, P. Sukiyo, D. Suripto, Ant. Sarno, V. Sukidi dan Y. Totok Riswanto sampai sekarang. 


Kegiatan rutin yang dilakukan oleh umat lingkungan Danan antara lain doa lingkungan setiap Jumat malam. Kecuali untuk blok utara (Kepek) dilaksanakan setiap hari Minggu dan Jumat. Untuk ibadat Sabda dilakukan dua kali setiap selapan, sedangkan misa dilakukan setiap selapan sekali. Hasil kolekte dari setiap kali ibadat, digunakan untuk bakti sosial. Jika ada warga atau umat yang sedang sakit atau meninggal, setiap KK dipungut iuran sebesar Rp. 2000,00. 

Mata pencaharian umat sebagian besar petani (80%) dan sisanya adalah guru, karyawan dan wiraswasta. Mayoritas pendidikan terakhir sebagian besar hanya tamatan SD. Hambatan yang dialami umat Danan dalam mengikuti kegiatan lingkungan adalah belum munculnya kesadaran dari masing-masing pribadi sehingga banyak di antara mereka tidak aktif mengikuti kegiatan lingkungan.
Umat Danan di awal tahun 2015 terdiri dari 71 KK (185 orang).

0 Komentar